skip to Main Content
Potensi Kopi Liberika Di Wonogiri Tenggara

Potensi Kopi Liberika di Wonogiri Tenggara

Puluhan pohon kopi Liberika setinggi 3 sampai 5 meter tumbuh berderet tak rapi di antara pohon pinus, beberapa yang berdekatan seperti membentuk sebuah lorong kanopi. Pemandangan itulah yang kami temui di hari Kamis, 21 Februari 2019 kemarin, sungguh bukan sebuah pemandangan yang ada dalam benak kami ketika berangkat menuju Desa Sukoharjo di Kecamatan Tirtomoyo, sebuah daerah di sudut tenggara kota Wonogiri.

Berawal dari sebuah pesan whatsapp yang masuk 2 minggu yang lalu dari Pak Yayan, seorang teman yang kami kenal sebagai ketua TPID (Tim Penggerak Inovasi Desa) Kecamatan Batuwarno, beliau sekarang adalah PJ (Pengemban Jabatan) Kepala Desa Sukoharjo, yang mengajak kami untuk datang berdiskusi dengan petani di sana tersebut tentang potensi kopi, ajakan yang langsung mendapat jawaban iya tersebut disusul dengan penentuan tanggal pelaksanaan diskusi.

Pada mulanya kami beranggapan di daerah tersebut sangat cocok untuk ditanami kopi Robusta, karena dari pengalaman saat berkunjung ke salah satu dusun (Dusun Kebon Agung), terlihat beberapa pohon kopi Robusta tumbuh subur walau tak terawat. Berkaca dari hal tersebut maka sepulang dari Jogja sehari sebelum acara, malamnya kami membuat presentasi sebagai media penjabaran yang mengulas tentang potensi dan tantangan penanaman kopi Robusta.

Kamis, pagi hari, kami berangkat bersama Mas Haidar barista dari Kopilogue, kedai kopi di dekat kampus UNS Solo, di Tirtomoyo sudah menunggu Mas Bambang pemilik brand Widji Kopi, kami bertiga sudah janjian beberapa hari sebelumnya untuk ngopi dan rasan-rasan bersama para petani di Desa Sukoharjo guna membahas potensi kopi di sana. Kami datang sedikit terlambat dan ternyata di balai desa sudah hadir dua puluhan petani, setelah berkenalan dengan beberapa perangkat desa, diskusi segera dimulai.

Persiapan diskusi santai dengan petani.

Presentasi yang saya bikin sebelumnya ditampilkan di layar proyektor, diawali tentang sejarah kopi di Wonogiri, sedikit pengetahuan tentang kopi Robusta, syarat tanam dan kesesuaian dengan bentang alam Desa Sukoharjo lalu disambung penjelasan dari Mas Bambang tentang inovasi sambung samping untuk mempercepat serta meningkatkan jumlah panen. Selesai pemaparan materi diskusi kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab santai. Tak lupa Kopi Robusta Brenggolo yang Mas Bambang bawa juga diseduh sebagai hidangan minuman.

Ada Pak Supriyono dari Dusun Kebon Agung yang berharap adanya pembelajaran berkelanjutan dalam menanam dan merawat kopi, tidak sekedar diajak menanam dan dibiarkan saja seperti yang selama ini sering terjadi. Kami berjanji akan sering berkunjung ke Desa Sukoharjo, khususnya bagi Mas Bambang yang memang tinggal di Kecamatan Tirtomoyo. Lalu Mbah Karto, sesepuh desa dan kelompok tani yang juga tahu tentang sejarah kopi di Tirtomoyo, beliau dan Pak Supriyono bersemangat sekali akan teknik sambung samping yang diterangkan Mas Bambang.

Mas Bambang menjelaskan teknik sambung sambung.

Kemudian Pak Sartono, mantan kepala desa yang menyatakan bahwa kopi akan tetap menjadi prioritas untuk Desa Sukoharjo, siapapun nanti kepala desa yang terpilih tetap akan mendukung petani kopi melalui Bumdes. Di sela diskusi kami menjelaskan tentang harapan dan mimpi penggiat kopi di Wonogiri terhadap perkembangan Kopi Wonogiri pada khususnya agar mampu kembali menjadi sentra kopi seperti dulu sejarah mencatat. Setelah tahun kemarin mencanangkan “Wonogiri Nduwe Kopi” (Wonogiri Punya Kopi) yang dirasa cukup berani (terkait jumlah panen yang masih sangat kurang) tentunya tidak cukup berhenti sampai di situ dan harus segera ditindak lanjuti. Maka untuk beberapa tahun berikutnya kami mengajak petani kopi di Wonogiri untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita tersebut melalui “Wonogiri Nandur Kopi” (Wonogiri Menanam Kopi), dengan harapan 5 tahun kedepan kabupaten kita ini akan dikenal menjadi “Wonogiri Nggone Kopi” (Wonogiri Tempat Kopi). Sambutan kata amin disusul tepuk tangan bersama sungguh membuat rasa haru membuncah di dada.

Dan berikutnya, Pak Harmono dari Dusun Ngroto menyampaikan sebuah cerita yang tertulis di awal tulisan ini, tentang sebuah area di tengah hutan pinus seluas hampir 2 hektar yang banyak pohon kopi tumbuh di sana. Keberadaan pohon kopi tersebut tumbuh liar serta tak terurus juga tidak dipanen, karena dahulu sempat ada yang mengolah namun hanya dihargai 5 ribu rupiah per kilogram biji kopi keringnya. Beliau tidak tahu apa jenis kopi tersebut, karena penasaran kami memutuskan untuk melihat langsung ke lokasi selepas acara diskusi hari ini usai.

Setelah makan siang bersama, dengan sepeda motor kami bersama menuju Dusun Ngroto, hampir sepanjang perjalanan medan menanjak, karena Dusun Ngroto berada di ketinggian sekitar 700 mdpl dan balai desa di 200 mdpl. Kami memarkir motor di pinggiran hutan Perhutani dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, kurang lebih 1,5 kilometer dari lokasi motor parkir.

Perjalanan menyusur hutan pinus menuju lokasi kebun kopi.

Jalan yang kami lalui cukup rapi karena area hutan produksi tersebut sudah dimanfaatkan warga desa sebagai lahan, mayoritas saat itu ditanami beraneka empon-empon seperti jahe, temulawak, kunir dan empon lainnya. Karena hujan turun beberapa jam sebelumnya, jalan setapak ke lokasi kebun cukup becek dan licin, namun sungguh perjalanan tersebut sangat menyenangkan. Satu dua pohon kopi kami temui, yakni jenis Robusta dan Liberika, rasa penasaran semakin menggebu.

Dua puluh menit berjalan sampailah kami di tujuan, puluhan pohon kopi ukuran besar menyambut kami, yang sungguh tidak kami duga ternyata itu pohon kopi jenis Liberika yang berusia tua, dilihat dari batang yang besar dan tinggi pohon. Ada 2 lokasi yang kami datangi hari itu, lokasi yang kedua pohon kopi yang tumbuh lebih rapi dari lokasi sebelumnya, area di bawah pohon juga lebih bersih. Pohon kopi tersebut sudah mulai memunculkan bakal buah, jadi sangat mungkin untuk bisa dipanen di musim panen tahun ini.

Deretan pohon kopi Liberika di hutan produksi Dusun Ngroto

Tanaman kopi jenis Liberika dikenal sebagai jenis yang kuat dan tahan perubahan suhu serta kondisi air yang kurang dikarenakan akarnya yang dalam, sehingga sangat cocok sebagai indukan yang mana nanti atasnya akan disambung dengan kopi jenis robusta. Hal tersebut disampaikan Mas Bambang berdasar pengalamannya belajar bersama petani kopi di Desa Brenggolo, Kecamatan Jatiroto. Dari hal tersebut diskusi di lapangan berlanjut dan bersepakat untuk merawat kopi yang sudah ada agar buahnya bisa disemai menjadi bibit untuk musim tanam tahun berikutnya.

Ternyata di lokasi kedua, di bawah pohon kopi banyak tumbuh alami pohon kopi kecil berukuran 15 sampai 50 cm yang bisa dipergunakan sebagai sumber bibit tanpa harus membeli. Kami meyakinkan petani untuk mulai merawat pohon-pohon yang ada dan memperbanyak tanaman baru dari bibit pohon kopi yang tumbuh alami, beberapa petani bahkan langsung mencabuti bibit pohon kopi dengan niatan ditanam di lahan masing-masing. Tak perlu risau dengan hasil panen nantinya, kami siap menjadi pasar yang menampung kopi dari Desa Sukoharjo.

Diskusi di bawah kanopi pohon kopi Liberika

Turun dari lokasi kebun kopi, diskusi kami lanjutkan, Pak Yayan setuju untuk mengajak warga mengumpulkan bibit kopi yang ada untuk nanti ditanam serempak agar menjadi sebuah gerakan tanam mandiri. Rabu depan, 27 Februari 2019, akan ada diskusi lagi dengan petani untuk memperdalam pengetahuan tentang cara menanam serta potensi kopi Liberika dan Robusta yang ternyata tumbuh subur di banyak wilayah di Desa Sukoharjo.

Harapannya di bulan Maret nanti bibit kopi yang terkumpul (diperkirakan 1000 lebih) dapat ditanam bersama, lewat gerakan penanaman mandiri ini nantinya warga yang lain akan lebih penasaran akan potensi kopi kemudian ikut menanam di lahan masing-masing. Doakan agar setelah di Desa Bubakan, Kecamatan Girimarto pada bulan kemarin, Wonogiri Nandur Kopi dapat berlanjut bulan depan di Desa Sukoharjo. Sehingga nantinya Desa Sukoharjo dapat dikenal sebagai penghasil Kopi Liberika dari Wonogiri bagian tenggara.

This Post Has 2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top